SUMARJAYA, I GEDE (2022) PERLINDUNGAN DAN IMPLIKASI HUKUM PENYAMPAIAN BAHASA PERGAULAN MASYARAKAT PADA MEDIA SOSIAL DI KABUPATEN BULELENG. Masters thesis, UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR.
![[thumbnail of Abstrak]](https://eprints.unmas.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
R.06-FHS2_Abstrak.pdf - Other
Download (447kB)
![[thumbnail of Bab I]](https://eprints.unmas.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
R.06-FHS2_Bab I.pdf - Other
Download (4MB)
![[thumbnail of Full Text]](https://eprints.unmas.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
R.06-FHS2.pdf - Other
Restricted to Registered users only
Download (12MB)
Abstract
ABSTRACT
Kepara (coarse language) only exists in Buleleng while in other areas the use of kepara language is almost non-existent. The use of Kepara language is actually an egalitarian language related to THE strict structureof relations with Triwangsa with jaba, is what wants to be democratized (freedom, similarity in language there is no low high), language "his thoughts are the same as fellow humans". The language of paralyphs used in everyday associations arises due to the influence of caste quarrels, due to caste conflicts between groups. Because the one who accepts this now is a tradition received from 1925, because it is comfortable and used to use it and it shows familiarity and has become one, if it does not accept it then the heir will now hook, lest from the tri-dynasty who do not want it. Buleleng the word to Triwangsa is greeted with the word "kije ci gung, nani arrogant gati, naskleng nani mare tepuk", the languages are familiar languages or social languages, which can be said to the speakers. In Buleleng it is considered as a weapon or a means of communication to familiarize himself with his communication opponents, if it is interpreted later contrary to the law of law enforcement who can judge it. Because it is common so that this social language does not violate ethics in speaking, because it is accustomed and is familiarity is precisely part of daily ethics because it feels comfortable mentally towards the person who is considered to be talking, because it considers talking to his own family will not be sinful and there is no sense of unwelcome.
ABSTRAK
Bahasa Kepara (bahasa kasar) hanya ada di Buleleng sedangkan di daerah lain penggunaan bahasa kepara hampir tidak ada. Penggunaan bahasa Kepara sebenarnya adalah bahasa egaliter terkait dengan struktur ketat hubungan dengan Triwangsa dengan jaba, itu yang ingin di demokratisasi (kebebasan, kesamaan dalam berbahasa tidak ada tinggi rendah) bahasa bali “pemikiran pemikirannya adalah sama dengan sesama manusia”. Bahasa kepara digunakan dalam pergaulan sehari-hari timbul akibat pengaruh dari pertengkaran kasta, karena pertentangan kasta antara golongan. Karena yang menerima sekarang ini merupakan tradisi yang diterima dari tahun 1925, karena sudah nyaman dan biasa menggunakanya dan itu menunjukkan keakraban dan sudah menjadi satu, kalau tidak menerima hal itu maka pewaris sekarang akan menganggap, jangan-jangan dari golongan tri wangsa yang tidak menginginkannya. Di Buleleng perkataan kepada Triwangsa disapa dengan perkataan “kije ci gung, nani sombong gati, naskleng nani mare tepuk”, bahasa-bahasa itu bahasa akrab atau bahasa pergaulan, yang dapat dikatakan bagi penuturnya. Di Buleleng itu dianggap sebagai senjata atau alat komunikasi untuk mengakrabkan dirinya dengan lawan komunikasinya, kalau itu dimaknai nanti bertentangan dengan hukum aparat hukum yang dapat menilainya. Karena sudah biasa sehingga bahasa pergaulan ini tidak melanggar etika dalam berucap, karena sudah terbiasa dan merupakan keakraban itu bagian justru dari etika keseharian karena merasa nyaman secara batiniah terhadap orang yang dianggap berbicara, karena menganggap berbicara dengan keluarganya sendiri tidak akan berdosa dan tidak ada rasa tidak diterima.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Additional Information: | R/06/FHS2/2022 |
Uncontrolled Keywords: | Bahasa Pergaulan Yang Egaliter Menunjukkan Jati Diri Masyarakat Buleleng |
Subjects: | F. HUKUM (Law) |
Divisions: | Fakultas Hukum > Magister Hukum |
Depositing User: | Unnamed user with email [email protected] |
Date Deposited: | 30 Nov 2022 05:02 |
Last Modified: | 28 Feb 2023 03:20 |
URI: | http://eprints.unmas.ac.id/id/eprint/1967 |